Vinfast dan strategi mengambangkan mobil merek nasional

adi cahya
5 min readJul 28, 2019

Belakangan ini ramai dibicarakan soal Vinfast, bagaimana Vietnam bisa membangun industri mobil bermerek lokal hanya dalam kurun waktu yang lumayan singkat, kabarnya hanya sekitar 2 tahun saja. Melihat waktunya yang relatif singkat ini, tapi ya, ada pula yang mengklain mampu mengembangkan kendaraan dalam waktu yang lebih singkat, walau kalau diperhatikan lebih jauh berbeda level teknologinya, nampaknya cukup membuat sebagaian masyarakat kaget dan bertanya-tanya bagaimana Vietnam mampu melakukannya.

Nah, melalui tulisan ini, mari kita coba lihat, apa yang dilakukan Vietnam, strategi apa yang dijalankan dan siapa partner yang mereka gaet untuk mewujudkannya
Menurut penulishal ini penting juga untuk kita pahami bersama. Selain dari segi pembelajaran, isu soal mobnas atau mobil (merek) nasional sendiri selalu saja menjadi topik yang ramai dibicarakan, setiap kali berita soal ini muncul ke permukaan.
Melalui tulisan singkat ini, penulis, masyarakat dapat memahami dan melihat dari sudut pandang yang lebih luas mengenai masalah ini, yaitu bagaiman pendekatan yang bisa diambil dalam rangka menciptakan industri otomotif dengan merek sendiri (Indonesia sebagai pemegang merek — OEM).

Vinfast Fadil, dibangun berdasarkan Chevy Spark platform (Paultan.org)

Karena cakupan tulisan ini sebenarnya sangat lebar, penulis akan melihat dari salah satu langkah kritikal dulu, yaitu bagaimana strategi yang umum digunakan pemegang merek untuk mengembangkan sebuah model kendaraan.

Jika ingin dikupas lebih luas, masih ada poin-poin penting lainnya yang sangat menentukan dalam mengembangkan industri otomotif merek sendiri, seperti supply chain, industri komponen pendukung, rancang bangun produksi, nilai investasi dll. Kalau dibahas semua, nanti bisa jadi stubuku sendiri, kita bahas dari satu poin dulu ya.

Strategi pengembangan kendaraan

Ada banyak pendekatan yang biasa digunakan jika kita ingin mengembangkan kendaraan yang akan menjadi bagian dari lini produk sebuah merek mobil.

Beberapa yang umum digunakan, dari yang paling mudah sampai yang paling rumit dan mahal adalah

1. Rebranding mobil lain yang sudah ada
Contoh merek yang menggunakan strategi ini banyak. Indonesia pernah menggunakannya juga di era 90an, oleh mereka Timor. Saat itu, Timor mengambil basis mobil KIA Sephia dan mengubahnya menjadi Timor S515.
Contoh kasus yang terkini adalah Proton X70, sebuah SUV kompak untuk penggunaan urban. Proton X70 adalah rebranding dari Geely Boyue dengan beberapa minor change di bagian exterior untuk membuatnya nampak lebih Proton.

Geely Boyue — Proton X70

2. Mengambil platform mobil yang sudah ada untuk dikembangkan lebih lanjut
Contoh ini banyak digunakan pada merek-merek mobil dalam satu group. Salah satu yang biasa menggunakan strategi ini adalah VW group yang mempunyai banyak merek lain di dalam groupnya, seperti Audi, Skoda, Porsche dll.
Di VW group, mereka mengembangkan sebuah platform dasar untuk setiap kelas kendaraan yang akan digunakan bersama untuk merek-merek di dalam groupnya.
Kadang strategi ini juga digunakan oleh merek yang tidak ada hubungannya. Contoh terbaru yang menggunakan strategi ini adalah BMW dan Toyota, yang berbagi platform mobil sport kompak. Dari hasil kolaborasi ini kemudian dihasilkan BMW Z4 dan Toyota Supra.
Tesla pun di awal menggunakan strategi ini, mereka menggunakan platform milik Lotus dan mengembangkannya menjadi mobil pertama mereka, Tesla Roadster di pertengahan 2000an.

Toyota Supra dan BMW Z4. Gambar dari carscoop.com

Nah, strategi inilah yang digunakan Vinfast untuk mengembangkan kendaraannya. Kita akan bahas lebih jauh soal ini selanjutnya.

3. Mengembangkan platform sendiri dari kertas kosong
Ini adalah langkah yang tersulit. Namun demikian, yang menggunakan pendekatan ini tidak sedikit. Hampir semua merek, dalam suatu ketika akan menggunakan pendekatan ini, biasanya saat teknologi telah berkembang cukup jauh atau platform yang lama telah terjual cukup banyak sehingga terbayar biaya pengembangannya.
Salah satu contohnya adalah Tesla.
Di awal berdirinya, Tesla menggunakan platform ex Lotus untuk mengembangkan mobil pertamanya. Namun, untuk model-model mereka berikutnya, Model S/X dan Model 3/Y, mereka mengembangkan sendiri platform kendaraan listrik dari kertas kosong. Salah satunya karena, Tesla berpendapat bahwa kendaraan listrik sudah seharusnya didesain dari awal untuk mengoptimalisasi keuntungan dari sistem penggerak listrik.
Menggunakan platform kendaraan konvensional yang dirubah sistem penggerakannya menjadi elektrik, akan menghasilkan banyak kompromi teknis yang menyebabkan performa kendaraan tidak optimal.

Lalu kemudian apakah strategi yang gunakan Vinfast ?
Dari informasi yang diperoleh di media massa internasional, Vinfast menggunakan strategi nomor 2, mereka mengambil lisensi platform kendaraan yang sudah ada (BMW dan GM/Chevrolet). Dari OEM ini mereka kemudian mengembangkan 3 macam kendaraan, sedan premium berbasis BMW seri 5, SUV premium berbasis BMW X5 dan citycar berbasis Chevrolet Spark.

Dalam pengembangan lebih lanjut platform ini, mereka juga dibantu oleh beberapa perusahaan lain yang rekam jejaknya telah terbukti di dunia otomotif. Untuk desain styling (nampak luar dan internior), mereka dibantu oleh Pininfarina, sebuah rumah desain terkenal dan legendaris dari Itali.
Di sisi engineering mereka mendapatkan support dari AVL (Austria) untuk mesin dan sistem penggerak, juga dari BOSCH (Jerman) untuk sistem-sistem kelistrikan, sensor, ECU dll.

Vinfast LUX SA 2.0 dibangun menggunakan platform BMW X5 (paultan.org)

Apa keuntungan dari pendekatan ini ?
Banyak, diantaranya tentu waktu dan biaya. Dari segi biaya bukan hanya biaya pengembangan produk yang bisa lebih hemat, tetapi juga biaya tooling dan komponen. Karena menggunakan platform yang ada, sebagian besar komponen juga bisa menggunakan komponen dari mobil yang manjadi dasarnya. Komponen-komponen ini umumnya sudah siap produksi kecuali mungkin beberapa komponen khusus seperti bagian exterior dan interior yang memang didesain khusus.

Walau sepertinya lebih mudah, harus disadari bahwa mengembangankan industri mobil merek sendiri tetaplah bukan hal yang mudah. Apalagi jika yang dituju adalah industri berskala besar dengan target produksi puluhan hingga ratusan ribu unit per tahun.

Mengembangkan industri dalam skala ini memerlukan investasi yang sangat besar dan perencanaan yang lebih matang, terutama dari sisi ketersediaan industri komponen pendukung dan kompleksnya mengelola produksi dalam skala tersebut.

Mungkin itulah yang menyebabkan, di Vietnam sendiri, hanya perusahaan sekelas Vingroup yang mampu dan berani masuk ke industri ini dengan merek sendiri. Vingroup sendiri adalah sebuah konglomerat besar di Vietnam yang masuk ke banyak bidang usaha mulai dari real estate, retail, beragam jasa hingga ke pelayanan kesehatan.

Untuk kita di Indonesia, semoga suatu hari akan ada perusahaan yang memiliki kapital besar yang berminat mengembangkan industri kendaraan dengan merek nasional. Tanpa kapital yang besar, nampaknya cita-cita ini akan sangat sulit terwujud. Atau kita ‘terpaksa” bermain di tipe kendaraan yang lebih sederhana tingkatan teknologinya atau kendaraan khusus dalam skala industri yang lebih kecil.

Tetap semangat :)

--

--

adi cahya

engineer+industrial designer+read too much+think too much